Tempat-tempat Wisata Religi di Banyuwangi yang Sarat dengan Nilai-nilai Islami
Sat, 29 Jun 2019 - 02:25 PM
Halo Sobat Wisata, Kalian sudah pasti pernah dengar banyak Hal tentang Banyuwangi yah, berbagai objek Wisata populer Banyuwangi , seperti D'jawatan, Kawah Ijen Blue Fire yang Melegenda, Cacalan beach, pantai Marina bahkan Parade Wisata Gandrung Sewu nya yang luar biasa memukau para wisatawan patut diacungi jempol kepada Banyuwangi yang memang sesuai dengan Slogannya "Majestic Banyuwangi"
Kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Jawa ini tidak hanya kaya akan objek-objek wisata alam, namun juga memiliki sejumlah Objek wisata religi yang sebagian dapat dijadikan rujukan untuk mempelajari sejarah masuknya agama Islam di Banyuwangi.
Karena itu, jangan hanya terbawa pesona indahnya alam “Bumi Blambangan” ini, tapi pertebal juga keimanan dengan mengunjungi objek-objek wisata religi yang ada di Banyuwangi berikut ini.
1. Masjid Baiturrahman
Didirikan pada 7 Desember 1773 membuat masjid yang berlokasi tidak jauh dari Pendopo Bupati dan Taman Sri Tanjung tepatnya di JL Jenderal Sudirman ini menjadi masjid tertua di Banyuwangi dan menjadi saksi bisu masuknya agama Islam di ujung Timur Pulau Jawa.
Dalam perkembangannya, masjid dua tingkat yang memiliki daya tampung sebanyak 5.100 jamaah ini mengalami empat kali renovasi, sehingga kini menjadi bangunan yang megah dan indah.
Pesona bangunan Masjid Baiturrahman sudah dapat dinikmati dari sisi luar lewat 11 kubahnya dengan kubah utama dapat digeser secara otomatis, sehingga mereka yang berada di dalam masjid dapat melihat langit secara langsung. Penggunaan teknologi ini merupakan satu-satunya di Indonesia.
Sementara desain arsitektur yang diusung, baik sisi eksterior maupun interiornya menggunakan perpaduan gaya arsitektur Arab dan Banyuwangi lewat ornamen-ornamen berbentuk batik Gajah Oling di berbagai sudutnya, sehingga terlihat begitu menawan.
Satu lagi yang menjadi daya tarik dari Masjid ini adalah keberadaan mushaf Al-Qur’an raksasa berukuran 210 x 140 cm2 dengan bagian luar berlapis kayu jati. Al-Qur’an yang ditulis tangan oleh H.Abdul Karim tersebut hanya dibuka dan dibaca setahun sekali yaitu pada acara tadarus Al-Qur’an dibulan Ramadhan.
2. Masjid Muhammad Cheng Hoo
Diresmikan pada 26 November 2016, Masjid Muhammad Cheng Hoo kesepuluh ini memiliki luas bangunan 28 x 26 meter2. Sama halnya dengan Masjid Muhammad Cheng Hoo lainnya yang dibangun oleh PITI (Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia), bentuk bangunannya mengadopsi gaya arsitektur China.
Masjid Cheng Hoo terbesar di Indonesia ini memiliki desain arsitektur menyerupai bentuk pagoda dengan atap lima tingkat yang mengerucut atau semakin keatas semakin mengecil. Sedang bentuk gapura dan pagar masjid, sepintas lalu mirip dengan kelenteng. Perpaduan warna merah, hijau dan kuning yang membalut keseluruan bangunan membuat masjid ini terlihat menyolok.
Berbeda dengan Masjid Cheng Hoo yang ada di tempat-tempat lain, masjid yang ada di Banyuwangi ini memiliki pondok pesantren yang berdiri di atas lahan seluas 2 hektar dengan nama Pondok Pesantren Adz-Dzikra.
3. Makam Datuk Maulana Malik Ibrahim
Waliyullah Datuk Maulana Malik Ibrahim adalah seaorang bangsawan dari Yaman keturunan Bani Hasyim yang memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam di Banyuwangi sekitar tahun 1770 dan di daerah loloan, Jembrana, Bali.
Makamnya yang berada di JL. Basuki Rahmat, Kelurahan Lateng, Banyuwangi, berada di atas tanah seluas 1 hektar dengan bagian depan dan belakang diisi makam-makam dari sanak kerabat dan sahabat Datuk sementara makam Datuk berada di tempat khusus seluas 5 x 7 meter dengan nisan dari keramik putih dan tertutup tirai tipis. Makam Datuk diapit oleh makam putranya Syekh Ahmad dan makam sahabatnya Sayyid Hasan.
Karena dipercaya memiliki karomah, makam Datuk Maulana Malik Ibrahim tidak pernah sepi dari pengunjung, terlebih saat ramadhan, jumlah peziarah bisa mencapai ratusan orang. Mereka tidak hanya datang dari kawasan Banyuwangi dan sekitarnya, tapi juga dari luar propinsi dan luar pulau.
4. Makam Kuno Buyut Sayu Atikah
Makam Islam tertua di Banyuwangi ini ditemukan untuk pertama kalinya pada tahun 1920 dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15. Sejak diketemukan, makam Buyut Sayu Atikah telah 3 kali dibangun yaitu pada tahun 1993, 2004 dan 2007. Selain makam Buyut Sayu Atikah, di sekitar makam tersebut juga terdapat sembilan makam kuna lainnya yang dinaungi pohon kamboja yang usianya sudah ratusan tahun.
Konon dahulu Syekh Wali Lanang yang lebih dikenal dengan sebutan Maulana Ishak diperintah menyebarkan agama Islam di Banyuwangi oleh Sunan Ampel. Saat itu, Banyuwangi merupakan kerajaan Hindu yang bernama Blambangan dengan rajanya Prabu Menak Sembuyu.
Karena berhasil menyembuhkan penyakit cucu sang raja yang bernama Putri Sekar Dadu, Maulana Ishakpun dinikahkan dengan putri yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Sayu Atikah, serta diperbolehkan menyebarkan agama Islam di wilayah Blambangan. Namun karena melanggar aturan kerajaan, keduanya diusir dari istana dan anak mereka yang masih bayi dibuang ke laut sampai akhirnya ditemukan oleh nahkoda kapal.
Nahkoda tersebut kemudian memberikan bayi yang ditemukannya kepada seorang saudagar perempuan dari Gresik yang bernama Nyai Ageng Pinatih. Dikemudian hari bayi yang bernama Raden Muhammad Ainul Yakin atau Raden Paku tersebut menjadi satu satu Wali Sanga yang dikenal dengan nama Sunan Giri.
Bagaimana Sobat Wisata, tertarik untuk mengunjungi Banyuwangi ? cari tahu lebih banyak berbagai Wisata Seru Lainnya di Panduasia ya Sobat